Ujung Kulon dinyatakan sebagai kawasan yang dilindungi sejak tanggal 16 November tahun 1921 oleh pemerintah Hindia Belanda dan dinyatakan sebagai daerah tertutup Pada tahun 1992 oleh Pemerintah RI, Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai Situs Alam Warisan Dunia (Natural World Heritage Site) luas kawasan Taman Nasional Ujung Kulon mencapai 120.551 hektar. Selain konservasi flora dan satwa di daratan yang luasnya mencapai 76.214 hektar (63,22 persen luas seluruh kawasan Taman Nasional), Ujung Kulon juga merupakan daerah konservasi laut yang luasnya mencapai 44.337 hektar.

Di sisi lain Sebagian besar masyarakat Ujung Kulon percaya, meski banyak diburu dan dibunuh, badak jawa di dalam hutan Taman Nasional jumlahnya tetap 40 ekor. Konon, jumlah itu tidak akan berkurang hingga akhir jaman. Mereka beranggapan, badak jawa merupakan jelmaan putri Raja Galuh yang enggan dipersunting raksasa dari Pulau Panaitan. Mereka juga percaya, siapa pun yang berani menyakiti, melukai atau membunuh badak, maka ia tidak akan pernah selamat sepanjang hidupnya.
Banyak cerita rakyat yang merupakan mitos berkaitan dengan Ujung Kulon, selain tentang Badak yang di percaya sebagai jelmaa Putri Raja Galuh, juga prabu Kian Santang berkaitan dengan cerita saghiyang Sirah, Gua mesjid dan juga certa mistis tentang Gunung Honje.
Sebelum letusan Gunung Krakatau Pemerintahan Penjajah Belanda berniat membangun pangkalan Angkatan laut di semananjung ujung kulon, Penguasa Belanda di Banten mengirim ribuan pekerja rodi setiap hari untuk membangun pangkalan angkatan laut dan pelabuhan,akan tetapi yang terjadi kemudian sebagian besar dari ribuan pekerja meninggal diserang malaria, penyakit kolera, gas beracun, dan juga dimangsa binatang buas. Karena itu banyak pekerja rodi yang selamat dari kematian melarikan diri dan akhirnya pekerjaan pembuatan pelabuhan dan pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon gagal, tetapi walaupun demikian menara pengawas berhasil di bangun di daerah Pantai tanjung layar, bahkan di daerah pantai tanjung layar tersebut belanda membangun penjara untuk bajak laut. Saat Krakatau meletus pada tahun 1883 Menara tersebut roboh, rekaman robohnya menara di tanjung layar tersebut dapat di lihat di film Krakatau.
Secara umum Daerah ujung Kulon merupakan Perpaduan Hutan Tropis yang lebat dan perawan dengan hewan-hewan liar yang di lindungi dan daerah laut dan pantai dengan pemandangan pantai dan dasar laut yang indah dengan ikan-ikan dan berbagai jenis trumbu karang yang eksotis. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.
Jenis-jenis ikan yang menarik di Taman Nasional Ujung Kulon baik yang hidup di perairan laut maupun sungai diantaranya adalah, ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik yaitu ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak serangga kecil yang berada di daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan air.
Perjalanan menuju Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon membutuhkan waktu kurang lebih sembilan jam dari Jakarta. Pengunjung bisa melalui rute pintu Jakarta-tol serang Timur-Serang-Pandeglang-Labuan-Panimbang-Cibaliung-Sumur. atau juga route Jakarta-Pintu Tol Cilegon Barat- Anyer-Carita-Labuan-Panimbang_Cibaliung-Sumur. Dari Sumur, perjalanan bisa dilanjutkan ke Desa Tamanjaya. Kondisi jalan dari Sumur ke Tamanjaya jauh lebih parah dibandingkan Labuan-Sumur.
Bagi Wisatawan yang menggunakan kendaraan Umum dari Jakarta bisa turun di Terminal Pakupatan ,kemudian pindah naik mobil Elf jurusan Serang- Taman jaya dengan ongkos Rp.40.000 rupiah. Sementara Kapal dapat di sewa dengan Harga Rp. 2.500.000 selama 3 hari 2 malam dengan maksimal muatan 25 orang.
Terdapat banyak spot yang layak di kunjungi wisatawan di Taman Nasional Ujung yang kalau di kunjungi semuanya tak akan cukup 2 minggu.spot tersebut antara lain:
1. Pulau Peucang
2. Pulau Panaitan
3. Pulau Handeuleum
4. Pulua Badul
5. Karang Copong
6. Pantai Cibom
7. Pantai Tanjung Layar
8. Pantai Nyawaan
9. Kalajetan
10. Ciramea
11. Sanghyang sirah
12. Gunung Honje
13. Padang Rumput Cidaon
14. Padang Savana Cibunar
15. Air Terjun CiKajang
16. Sungai Cigenter
17. Cibendwoh
18. Gunung Payung
19. Nyiur
20. Muara Cikeusik
21. Cisimpring
22. Citandahan
23. Cilintang
24. Pulau Badul
Bila bertualang akhir pekan ini, cobalah menjelajah Taman Nasional Ujung Kulon. Anda bisa menemukan surga tersembunyi berupa Pantai Sangiang Sirah, lengkap dengan kisah Kerajaan Pajajarannya.
Tebing-tebing menjulang tinggi, hamparan lautan biru bertiangkan karang. Sungguh indah senja di Sangiang Sirah Taman Nasional Ujung Kulon.
Perjalanan yang tak terlupakan ketika melakukan ekspedisi bersama kawan menyusuri pesisir Pantai Taman Nasional Ujung Kulon. Sejauh kaki kami melangkah, pasir, tebing karang, muara yang kami temui.
Kami berjalan kaki selama tiga hari dari kampung terakhir sekaligus pintu masuk Taman Nasional Ujung Kulon di Cegog. Dua hari penuh kami berjalan menyusuri pantai nan eksotis dari Pos Cibunar. Lalu selama satu hari kami masuk ke dalam hutan menelusuri jalan setapak, yang menanjak dan menurun.
Hal ini karena pinggir pantai sangat riskan untuk dilewati dan penuh dengan tebing-tebing tinggi, yang langsung berbatasan dengan laut. Seharian kami berada di dalam hutan yang rindang, suasana yang sangat dirindukan, sejuk sekali.
Suasana ini sangat kontras dengan dua hari sebelumnya, yaitu panas terik. Dalam perjalanan, kami bertemu dengan sepasang suami istri dan satu orang pemandu. Mereka katanya akan melakukan ziarah ke Sangiang Sirah, yang merupakan target titik berkemah kami selanjutnya.
Kami penasaran seperti apa Sangiang sirah. Konon tempat ini ramai dikunjungi pada bulan Maulid oleh para penziarah. Jalan turunan landai, dan suara ombak sudah terdengar merdu. Kaki kami semakin cepat melangkah karena tak sabar ingin melihat seperti apa lagi pantai yang akan kami temukan.
Di ujung jalan setapak kami menemukan tempat istirahat semacam emperan terbuat dari semen. Di sana sudah ada pasangan tadi dengan pemandunya. Tidak jauh dari tempat itu langsung terlihat hamparan pantai berbatu disertai tebing-tebing menjulang tinggi.
Kata para penziarah itu, inilah katanya Sangiang Sirah, benar saja sekitar 200 meter dari sana, kami memutuskan untuk mendirikan kemah. Banyak sekali penziarah yang sedang melakukan ritual-ritual yang sama sekali tidak kami pahami.
Kami melihat sebuah musala berdinding kayu. Ada batu yang besar dan di atasnya banyak orang berpakaian serba putih. Sepertinya mereka sedang memanjatkan doa dipimpin oleh seorang bapak separuh baya.
Lalu kami melihat ke arah dinding tebing. Ternyata ada sebuah gua kecil yang menurut informasi merupakan tempat semadi para penziarah. Kami tidak diperkenankan untuk masuk dan hanya bisa berfoto dari luar gua.
Konon katanya Sangiang Sirah merupakan patilasan Prabu Siliwangi, Raja dari Kerajaan Pajajaran. Itulah mengapa Sangiang Sirah ramai dikunjungi oleh para peziarah.
Aksesnya pun hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki selama tiga hari dari Pos Cegog Taman Nasional Ujung Kulon. Bagi pengunjung yang berkantong tebal, bisa ditempuh menggunakan perahu wisata dari Sumur menuju ke Bagadur.
Lalu mereka harus melanjutkan berjalan kaki lagi sekitar 1 km dari Bagadur menuju Sangiang Sirah, melewati jalan setapak. Satu kali perjalanan pulang pergi, pada tahun 2010 memakan biaya mencapai Rp 2,5 juta untuk perahunya. Lumayan menguras kantong, entah berapa biayanya sekarang.
Sepanjang mata memandang hamparan karang sebesar gedung menjulang tinggi. Sang mentari sedikit demi sedikit tenggelam, kami tertegun melihat senja di balik karang yang berkaca pada lautan biru terang.
Airnya jernih tak ada kotoran. Sungguh eksotis pantai Sangiang Sirah. Salah satu surga tersembunyi dan jarang dikunjungi. Sungguh indah alam Indonesia. Semoga kita bisa menjaganya. Lestari!
Post a Comment